makalah golongan obat keras narkotik dan psikotropik

TUGAS I
GOLONGAN OBAT KERAS, NARKOTIK DAN PSIKOTROPIK
1.       Pengertian:
a.       Narkotika adalah zat atau obat yang berasal daritanaman dan bahan tanaman, baik sintesis maupun bahan sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan hilangnya rasa, zat ini akan mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan akan zat tersebut secara terus menerus.
b.      Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika baik alamia maupun sintesis yang memiliki khasiat psikoaktif melalui melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas normal dari perilaku . psikotropika adalah obat yang digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan jiwa. Hal ini berdasarkan penelitian yang meyebabkan hilangnya ingatan.
2.       Golongan narkotik dan psokotropik beserta contohnya:
a.       Narkotika
Golongan narkotik berdasarkan bahan pembuatannya:
1.       Narkotika alami
Zat dan obat yang langsung dipakai sebagai narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan proses lainnya terlebih dahulu karena bisa langsung dipakai dengan sedikit proses sederhana. Bahan alami tersebut umumnya tidak boleh digunakan untuk terapi pengobatan secara langsung karena terlalu beresiko, contohnya yaitu seperti ganja dan daun koka
2.       Narkotika sintesis
Narkotika jenis ini memerlukan proses yang bersifat sintesis untuk keperluan medis dan penelitian sebagai penghilang rasa sakit / analgesic. Contohnya yaitu seperti amfetamin, metadon, dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan sebagainya.
3.       Narkotika semi sintesis
Yaitu zat / obat yang diproduksi dengan cara isolasi, ekstrasi, dan lain sebagainya. Contohnya, heroin, morfin, kodein. dll
b.      Psikotropika
Menurut tujuan penggunaan dan tingkatan risiko ketergantungannya dibagi menjadin 4 golongan yaitu:
·         Golongan I, psikotropika yang hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta memiliki potensi kuat mengakibatkan potensi ketergantungan. Contohnya,
ü  ekstasi.
ü  Broloamfetamine atau DOB ((±)-4-bromo-2,5-dimethoxy-alpha-methylphenethylamine)
ü  Cathinone ((x)-(S)-2-aminopropiophenone)
ü  DET (3-[2-(diethylamino)ethyl]indole)
ü  DMA ( (±)-2,5-dimethoxy-alpha-methylphenethylamine )
ü  DMHP ( 3-(1,2-dimethylheptyl)-7,8,9,10-tetrahydro-6,6,9-trimethyl-6H- dibenzo[b,d]pyran-1-olo)
ü  DMT ( 3-[2-(dimethylamino)ethyl]indole)
ü  DOET ( (±)-4-ethyl-2,5-dimethoxy-alpha-phenethylamine)
ü  Eticyclidine - PCE ( N-ethyl-1-phenylcyclohexylamine )
ü  Etrytamine ( 3-(2-aminobutyl)indole )
ü  Lysergide - LSD, LSD-25 (9,10-didehydro-N,N-diethyl-6-methylergoline-8beta-carboxamide)
ü  MDMA ((±)-N,alpha-dimethyl-3,4-(methylene-dioxy)phenethylamine)
ü  Mescaline (3,4,5-trimethoxyphenethylamine)
ü  Methcathinone ( 2-(methylamino)-1-phenylpropan-1-one )
ü  4-methylaminorex ( (±)-cis-2-amino-4-methyl-5-phenyl-2-oxazoline )
ü  MMDA (2-methoxy-alpha-methyl-4,5-(methylenedioxy)phenethylamine)
ü  N-ethyl MDA ((±)-N-ethyl-alpha-methyl-3,4-(methylenedioxy)phenethylamine)
ü  N-hydroxy MDA ((±)-N-[alpha-methyl-3,4-(methylenedioxy)phenethyl]hydroxylamine)
ü  Parahexyl (3-hexyl-7,8,9,10-tetrahydro-6,6,9-trimethyl-6H-dibenzo[b,d]pyran-1-ol)
ü  PMA (p-methoxy-alpha-methylphenethylamine)
ü  Psilocine, psilotsin (3-[2-(dimethylamino)ethyl] indol-4-ol)
ü  Psilocybine (3-[2-(dimethylamino)ethyl]indol-4-yl dihydrogen phosphate)
ü  Rolicyclidine - PHP,PCPY ( 1-(1-phenylcyclohexyl)pyrrolidine )
ü  STP, DOM (2,5-dimethoxy-alpha,4-dimethylphenethylamine)
ü  Tenamfetamine - MDA (alpha-methyl-3,4-(methylenedioxy)phenethylamine)
ü  Tenocyclidine - TCP (1-[1-(2-thienyl)cyclohexyl]piperidine)
ü  Tetrahydrocannabinol
ü  TMA ((±)-3,4,5-trimethoxy-alpha-methylphenethylamine)
·         Golongan II, psikotropika yang berkhasiat sebagai obat dan dapat digunakan dalam terapi dan tujuan ilmu pengetahuan serta berpotensi kuat menyebabkan ketergantungan. Contohnya,
ü  Amphetamine ((±)-alpha-methylphenethylamine)
ü  Dexamphetamine ((+)-alpha-methylphenethylamine)
ü  Fenetylline (7-[2-[(alpha-methylphenethyl)amino] ethyl]theophylline)
ü  Levamphetamine ((x)-(R)-alpha-methylphenethylamine)
ü  Levomethampheta-mine ((x)-N,alpha-dimethylphenethylamine)
ü  Mecloqualone (3-(o-chlorophenyl)-2-methyl-4(3H)- quinazolinone)
ü  Methamphetamine ((+)-(S)-N,alpha-dimethylphenethylamine)
ü  Methamphetamineracemate ((±)-N,alpha-dimethylphenethylamine)
ü  Methaqualone (2-methyl-3-o-tolyl-4(3H)-quinazolinone)
ü  Methylphenidate (Methyl alpha-phenyl-2-piperidineacetate)
ü  Phencyclidine - PCP (1-(1-phenylcyclohexyl)piperidine)
ü  Phenmetrazine (3-methyl-2-phenylmorpholine)
ü  Secobarbital (5-allyl-5-(1-methylbutyl)barbituric acid)
ü  Dronabinol atau delta-9-tetrahydro-cannabinol ((6aR,10aR)-6a,7,8,10a-tetrahydro-6,6,9-trimethyl-3-pentyl-6H- dibenzo[b,d]pyran-1-ol)
ü  Zipeprol (alpha-(alpha-methoxybenzyl)-4-(beta-methoxyphenethyl)-1-piperazineethanol)
·         Golongan III, psikotropika yang berkhasiat sebagai obat dan banyak digunakan dalam terapi dan tujuan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contohnya :
ü  Amobarbital (5-ethyl-5-isopentylbarbituric acid)
ü  Buprenorphine (2l-cyclopropyl-7-alpha-[(S)-1-hydroxy-1,2,2-trimethylpropyl]-6,14- endo-ethano-6,7,8,14-tetrahydrooripavine)
ü  Butalbital (5-allyl-5-isobutylbarbituric acid)
ü  Cathine / norpseudo-ephedrine ((+)-(R)-alpha-[(R)-1-aminoethyl]benzyl alcohol)
ü  Cyclobarbital (5-(1-cyclohexen-1-yl)-5-ethylbarbituric acid)
ü  Flunitrazepam (5-(o-fluorophenyl)-1,3-dihydro-1-methyl-7-nitro-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)
ü  Glutethimide (2-ethyl-2-phenylglutarimide)
ü  Pentazocine ((2R*,6R*,11R*)-1,2,3,4,5,6-hexahydro-6,11-dimethyl-3-(3-methyl-2-butenyl)-2,6-methano-3-benzazocin-8-ol)
ü  Pentobarbital (5-ethyl-5-(1-methylbutyl)barbituric acid)
·         Golongan IV, psiktropika yang berkhasiat sebagai obat dan sangat luas digunakan dalam terapi dan tujuan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contohnya:
ü  Allobarbital (5,5-diallylbarbituric acid)
ü  Alprazolam (8-chloro-1-methyl-6-phenyl-4H-s-triazolo[4,3-a][1,4]benzodiazepine)
ü  Amfepramone (diethylpropion 2-(diethylamino)propiophenone)
ü  Aminorex (2-amino-5-phenyl-2-oxazoline)
ü  Barbital (5,5-diethylbarbituric acid)
ü  Benzfetamine (N-benzyl-N,alpha-dimethylphenethylamine)
ü  Bromazepam (7-bromo-1,3-dihydro-5-(2-pyridyl)-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)
ü  Butobarbital (5-butyl-5-ethylbarbituric acid)
ü  Brotizolam (2-bromo-4-(o-chlorophenyl)-9-methyl-6H-thieno[3,2-f]-s-triazolo[4,3-a][1,4]diazepine)
ü  Camazepam (7-chloro-1,3-dihydro-3-hydroxy-1-methyl-5-phenyl-2H-1,4 benzodiazepin-2-one dimethylcarbamate (ester))
ü  Chlordiazepoxide (7-chloro-2-(methylamino)-5-phenyl-3H-1,4-benzodiazepine-4-oxide)
ü  Clobazam (7-chloro-1-methyl-5-phenyl-1H-1,5-benzodiazepine-2,4(3H,5H)-dione)
ü  Clonazepam (5-(o-chlorophenyl)-1,3-dihydro-7-nitro-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)
ü  Clorazepate (7-chloro-2,3-dihydro-2-oxo-5-phenyl-1H-1,4-benzodiazepine-3-carboxylic acid)
ü  Clotiazepam (5-(o-chlorophenyl)-7-ethyl-1,3-dihydro-1-methyl-2H-thieno [2,3-e] -1,4-diazepin-2-one)
ü  Cloxazolam (10-chloro-11b-(o-chlorophenyl)-2,3,7,11b-tetrahydro-oxazolo- [3,2-d][1,4]benzodiazepin-6(5H)-one)
ü  Delorazepam (7-chloro-5-(o-chlorophenyl)-1,3-dihydro-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)
ü  Diazepam (7-chloro-1,3-dihydro-1-methyl-5-phenyl-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)
ü  Estazolam (8-chloro-6-phenyl-4H-s-triazolo[4,3-a][1,4]benzodiazepine)
ü  Ethchlorvynol (1-chloro-3-ethyl-1-penten-4-yn-3-ol)
ü  Ethinamate (1-ethynylcyclohexanolcarbamate)
ü  Ethyl loflazepate (ethyl 7-chloro-5-(o-fluorophenyl)-2,3-dihydro-2-oxo-1H-1,4-benzodiazepine-3-carboxylate)
ü  Etil Amfetamine / N-ethylampetamine (N-ethyl-alpha-methylphenethylamine)
ü  Fencamfamin (N-ethyl-3-phenyl-2-norborananamine)
ü  Fenproporex ((±)-3-[(alpha-methylphenylethyl)amino]propionitrile)
ü  Fludiazepam (7-chloro-5-(o-fluorophenyl)-1,3-dihydro-1-methyl-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)
ü  Flurazepam (7-chloro-1-[2-(diethylamino)ethyl]-5-(o-fluorophenyl)-1,3-dihydro-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)
ü  Halazepam (7-chloro-1,3-dihydro-5-phenyl-1-(2,2,2-trifluoroethyl)-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)
ü  Haloxazolam (10-bromo-11b-(o-fluorophenyl)-2,3,7,11b-tetrahydrooxazolo [3,2-d][1,4]benzodiazepin-6(5H)-one)
ü  Ketazolam (11-chloro-8,12b-dihydro-2,8-dimethyl-12b-phenyl-4H-[1,3]oxazino[3,2-d][1,4]benzodiazepine-4,7(6H)-dione)
ü  Lefetamine - SPA ((x)-N,N-dimethyl-1,2-diphenylethylamine)
3.       Undang – undang yang mengatur narkotika dan psikotropika.
a.       Narkotika
Menurut UU REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997, TENTANG NARKOTIKA
*      Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat ,menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan – golongan sebagaimana terlapir dalam undang – undang ini atau yang kemudian ditetapkan dakam keputusan menteri kesehatan.

Sejarah

·      Ordonantie Regie (1872). Pada masa peraturan ini berlaku, setiap wilayah mempunyai ordonantie regie sendiri-sendiri, diantaranya: Bali Regie Ordonantie; Jawa Regie Ordonantie; Riau Regie Ordonantie; Aceh Regie Ordonantie; Borneo Regie Ordonantie; Celebes Regie Ordonantie; Tapanuli Regie Ordonantie; dll.
·      Verdovende Midellen Ordonantie (Stbl 1927 Nomor 278 jo Nomor 536). Pembentukan peraturan ini disesuaikan berdasar asas konkordansi, dengan tujuan unifikasi hukum menyatukan seluruh peraturan dibidang narkotika yang ada sebelumnya.
·      Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika. Perubahan yang terjadi dalam peraturan ini adalah dalam hal pengaturan yang lebih luas cakupannya, lebih lengkap serta lebih berat ancaman pidananya.
·      Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Yang melatarbelakangi diundangkannya peraturan ini adalah untuk meningkatkan pengendalian dan pengawasan sebagai upaya mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
·      Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Alasan yang perlu diperhatikan dalam peraturan ini adalah bahwa tindak pidana Narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama dikalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara.

Periculum In Mora (PIM)

 Industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib menyimpan Narkotika secara khusus; serta wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/ atau pengeluaran Narkotika yang berada dalam penguasaannya.
·      Dokter dengan alasan menjalankan praktik dokter dengan memberikan Narkotika melalui suntikan, menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika melalui suntikan; atau menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek, hanya dapat memperole Narkotika tersebut melalui Apotek.
·      Untuk pertama kali diatur mengenai Prekursor Narkotika, yaitu pengaturan mengenai zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel lampiran UU 35/ 2009.
·      Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika, dibentuk Badan Narkotika Nasional (BNN) yang berkedudukan dibawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden serta berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan. Dimana dapat melakukan penyadapan yang terkait setelah ada bukti awal yang cukup dan melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan dibawah pengawasan.
·      Pemerintah memberikan penghargaan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika.

Sanksi

·      Pelanggaran terhadap ketentuan penyimpanan dan/ atau ketentuan pelaporan dikenai sanksi administrative oleh menteri atas rekomendasi dari Kepala B.POM berupa: teguran; peringatan; denda administrative; penghentian sementara kegiatan; atau pencabutan izin.
·      Dipidana dengan pidana penjaea paling singkat 1 tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 dan paling banyak Rp1.000.000.000,00, bagi:
o  Pimpinan rumah sakit, puskemas, balai pengobatan, sarana penyimpanan sediaan farmasi milik pemerintah, dan apotek yang mengedarkan Narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan;
o  Pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam, membeli, menyimpan, atau menguasai tanaman Narkotika bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan;
o  Pimpinan Industri Farmasi tertentu yang memproduksi Narkotika Golongan I bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan; atau
o  Pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan Narkotika Golongan I yang bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan atau mengedarkan Narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/ atau bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.
·      Setiap orang yang menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan serta penuntutan dan pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan/ atau tindak pidana Prekursor Narkotika dimuka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00.
·      Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindak pidana narkotika, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00.
·      Dalam hal tindak pidana Narkotika dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 kali dari pidana denda dan dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan/ atau status badan hukum.
b.      Psikotropik
MENURUT UU REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal I
Dalam Undang – Undang Ini Yang Dimaksud dengan:
-          Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika. Yang bersifat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
-          Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang atau kekayaan, baik merupakan badan hokum maupun bukan.
-          Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
BAB II
RUANG LINGKUP DAN TUJUAN
Pasal II
-          Ruang lingkup pengaturan di bidang psikotropika dalam undang – undang ini adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindrom ketergantungan.
-          Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindrom ketergantungan sebagaimana di maksud dalam ayat (I) digolongkan menjadi:
1)       Psikotropika golongan I
2)       Psikotropika golongan II
3)       psikotropika golongan III
4)       sikotropika IV
-          Jenis – jenis psikotropika golongan I, psikotropika golongan II, psikotropika golongan III, psikotropika golongan IV, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk pertama kali ditetapkan dan dilampirkan ke dalam Undang – undang ini, yang merupakan bagian yang tak terpisahkan.
-          Ketentuan lebih lanjut untuk penetapan dan perubahan jenis – jenis psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di atur oleh menteri.
pasal 3
tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah
-          Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.
-          Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.
-          Memberantas peredaran gelap psikotropika.
Pasal 4
-          Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingn pelayanan kesehatan dan atau ilmu pengetahuan.
-          Psikotropika golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan.
-          Selain penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), psikotropika golongan I dinyatakan sebagai barang terlarang
4.       Pengertian peredaran gelap narkotika.
Peredaran gelap narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak dan melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana narkotika.

5.       Pengertian pecandu
Pecandu adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam ketergantungan pada narkotika baik secara fisik maupun psikis.
6.       Pengertian ketergantungan narkotika
Ketergantungan narkotik adalah gejala atau dorongan untuk menggunakan narkotika secara terus menerus, toleransi dan gejala putus narkotika apabila penggunaanya di hentikan.
7.       Penyalahgunaan narkotika psikotropika
Penyalahgunaan narkotika psikotropika adalah orang yang menggunakan salah satu atau beberapa jenis NAPZA tanpa sepengatahuan atau pengawasan secara berkala atau teratur di luar indikasi medis , sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi social.


TUGAS II
EFEK PENGULANGAN ATAU PERPANJANGAN PENGGUNAAN OBAT
1.       Pengertian reaksi hiper sensitive
Reaksi hipersensitif adalah suatu reaksi alergik merupakan respon abnormal tubuh terhadap obat atau zat dimana pasiennya sebelumnya telah kontak dengan obat tersebut sehingga berkembang timbulnya antibody.
2.       Pengertian Kumulasi
Kumulasi adalah penumpukan obat sehingga efeknya bertambah kuat, karena pamasukan obat melebihi ekskresi atau penghancurannya.
3.       Pengertian Toleransi
Toleransi adala respon dari badan yang lambat laun berkurang terhadap suatu obat. Terdapat 3 macam toleransi yaitu :
1.       Toleransi primer yaitu toleransi bawaan yang terdapat pada sebagian orang atau binatang.
2.       Toleransi sekunder, ialah toleransi yang diperbolehkan akibat pengguaan obat yang sering di ulangi.
3.       Toleransi silang, ialah toleransi yang terjadi akibat penggunaan obat – obat yang mempunyai sekunder kimia yang serupa, dapat pula terjadi antara zat – zat yang berlebihan, misalnya alcohol atau barbital.
4.       Pengertian Takhifilksis
Takhifilaksis adalah respon dari badan yang cepat berkurang setelah pemberian suatu obat yang berturut – turut dalam waktu singkat.
5.       Pengertian Habitusi dan ciri –cirinya
Habituasi atau kebiasaan adalah kebiasaan dalam mengkonsumsi suatu obat. Habituasi dapat terjadi dengan beberapa cara yaitu dengan:
a.       Induksi enzyme, yaitu obat yang menstimulasi suatu enzyme untuk menguraikan obat tersebut.
b.      Reseptor sekunder, yang dibentuk oleh obat jenis tertenru, seperti morfin
c.       Penghambatan resorpsi pada penggunaan obat per oral.
Ciri – ciri Habitusi adalah:
1.       Selalu ingin menggunakan obat
2.       Tanpa atau sedikit kecenderungan untuk menaikkan dosis
3.       Timbul beberapa ketergantungan psikhik.
4.       Memberikan efek yang merugikan pada suatu individu
6.       Pengertian Adiksin beserta ciri-cirinya
Adiksi atau ketagihan berbeda dengan habituasi berbeda dalan dua hal yakni adanya keergantungan jasmaniah dan rohaniah dan bila pengobatan di hentikan dapat menimbulkan efek hebat secara fisik dan mental.
Ciri – ciri habituasi adiksi adalah:
1.       Ada dorongan untuk selalu menggunakan sustu obat
2.       Ada kecenderungan untuk selalu menaikkan dosis
3.       Timbul beberapa ketergantungan psikhik dan biasanya di ikuti ketergantungan fisik
4.       Merugikan terhadap individu maupun masyarakat.
7.       Pengertian Hipnotik Sedatif dan cirri-cirinya
Hipnotik sedatif adalah obat depresan SSP yang tidak selektif, efek mulai ringan – berat (hilangnya kesadaran, anestesi, koma, mati)
 SSP dirangsang ← normal → SSP dihambat
x-----x-----x----x----0-----x-----x------x-----x-----x-----x
mati      excitasi     normal      sedatif         anestetik          mati
      kejang     cerewet     tranquilizer     hipnotik         koma

Ciri – ciri hipnotik sedatif yaitu:
1.       Depresi SSP
2.       Menyebabkan ketergantungan psikologis dan fisiologis
3.       Tidak memiliki sifat analgesik.






KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Penyusun lebih dulu mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat Rahmat dan Hidayah-Nya lah sehingga TUGAS ini yang diberi judul “ golongan obat keras narkotika dan psikotropika serta efek pengulangan atau perpanjangan penggunaan obat “ bisa terselesaikan dengan baik. Sebagai salah satu tugas mata pelajaran farmakology.
Dan kita kirimkan Syalawat dan Taslim pada Nabi Besar kita Rasulullah Muhammad SAW.
Sehubungan dengan hal tersebut, pada kesempatan ini penyusun menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada ibu yang telah membimbing kami, sehingga dapat menyelesaiakan tugas ini,  sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Dengan penuh kerendahan hati penyusun mengakui bahwa dalam pembuatan tugas ini masih penuh dengan kelemahan dan kekurangan. Untuk itu segala teguran dan kritikan yang bersifat membangun diterima dengan senang hati diantara para pembaca penulis harapkan. Semoga dalam pembuatan tugas ini dapat memberikan manfaat yang besar dalam rangka pengetahuan, khususnya pada pencegahan serta pengetahuan lebih dalam mengenai “efek obat, terutama mengenai Narkotika dan Psikotropika ”, Insyah Allah.

Majene,     januari 2011


      Irna megawaty





0 komentar:

Posting Komentar